Bai’at

Istilah bahasa Arab “Bai’at” diterjemahkan sebagai “janji” atau “pernyataan masuk”, tapi artinya yang sebenarnya jauh lebih dalam daripada sekedar “janji”. Karena itu Hz. Masih Mau’ud a.s bersabda: makna sesungguhnya dari bai’at yaitu menjual diri; berkat dan dampaknya didasarkan pada kondisi itu. Sama seperti benih yang ditaburkan ke dalam tanah, kondisi aslinya adalah tangan petani yang telah menaburnya, tetapi tidak diketahui apa yang akan terjadi padanya.

Jika benih itu berkualitas baik dan memiliki kemampuan untuk tumbuh, maka dengan karunia Allah SWT, dan sebagai hasil dari usaha yang dilakukan petani, benih itu tumbuh hingga satu butir menjadi seribu butir. Demikian pula, orang yang mengambil bai’at harus terlebih dahulu mengadopsi sifat rendah hati dan harus menjauhkan diri dari ego dan keegoisannya. Kemudian orang itu menjadi cocok untuk mengalami pertumbuhan. Tapi dia yang terus-menerus terpaut pada egonya dan mengambil bai’at, tidak akan pernah menerima rahmat apa pun.” [Malfoozat, vol. 6, hal. 173]

Tujuan mereka bergabung dengan jemaat ini dan menjalin hubungan dengan saya seperti seorang murid adalah agar mereka mencapai tingkat kesalehan dan keimanan yang tinggi. Tidak boleh ada satu pun perbuatan buruk atau kenakalan yang mendekati mereka. Mereka harus mendirikan shalat lima waktu secara teratur dan berjamaah, dan tidak boleh berbohong atau menyakiti siapa pun dengan lidah mereka.

Mereka seharusnya tidak bersalah atas segala jenis kejahatan dan bahkan pikiran tentang kenakalan, berkelakuan buruk atau pelanggaran tidak boleh terlintas di pikiran mereka. Mereka harus menghindari setiap jenis dosa, pelanggaran, ucapan dan tindakan yang tidak diinginkan, serta semua nafsu egois dan perilaku yang tidak dapat diatur. Mereka harus menjadi hamba Tuhan Yang Mahakuasa yang berhati murni, tidak berbahaya dan lemah lembut, dan tidak ada kuman beracun yang tumbuh di dalam diri mereka.” [Esensi ajaran Islam, Vol. IV, hal. 349 – 250]

“Salah jika mengatakan bahwa dengan menapaki jalan Allah, pada akhirnya siapa pun akan menderita kerugian. Orang jujur ​​tidak akan pernah dalam keadaan merugi. Hanya dia yang salah yang menderita kerugian yaitu dia yang demi keuntungan duniawi melanggar janji yang dia buat dengan Allah SWT .”

Orang yang melakukan tindakan seperti itu karena takut akan dunia harus ingat bahwa pada saat kematiannya tidak ada penguasa atau raja dunia ini yang akan datang untuk membebaskannya.

Dia harus menghadapkan dirinya kepada Hakim dari semua hakim, yang akan bertanya kepadanya, ‘Mengapa kamu tidak menghormati Aku?’ Oleh karena itu, penting bagi semua orang beriman untuk beriman kepada Allah, Sang Raja langit dan bumi, dan bertobat dengan sungguh-sungguh.” [Malfoozat, vol. 7, hlm. 29–30]

10 Syarat Bai'at

1. Di masa yang akan datang hingga akhir hayat, ia senantiasa akan menjauhi syirik.
2. Ia akan senantiasa menghindarkan diri dari segala macam kebohongan, zina, pandangan birahi terhadap yang bukan mahram, perbuatan fasiq, jahat, aniaya, khianat, huru-hara, dan pemberontakan serta tidak akan dikalahkan oleh hawa nafsunya walau bagaimana pun kuatnya dorongan itu.
3. Ia akan senantiasa mendirikan shalat lima waktu sesuai perintah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, dan dengan sekuat tenaga akan senantiasa mendirikan shalat Tahajud dan bershalawat bagi Yang Mulia Rasulullah; memohon ampunan dari kesalahan dan mohon perlindungan dari dosa, akan ingat setiap saat kepada nikmat-nikmat Allah, lalu mensyukurinya dengan setulus hati, serta memuji dan mengagungkan-Nya dengan hati yang penuh kecintaan.
4. Ia tidak akan menyakiti makhluk-makhluk Allah pada umumnya, dan kaum Muslimin pada khususnya, karena dorongan hawa nafsunya, baik dengan ucapan, dengan perbuatan atau dengan cara apa pun.
5. Ia akan tetap setia terhadap Allah Ta’ala baik dalam keadaan susah atau senang, duka atau suka, nikmat atau pun musibah; ia akan rela atas apa pun keputusan Allah Ta’ala dan senantiasa akan bersedia menerima segala kehinaan dan penderitaan di jalan-Nya; ia tidak akan berpaling dari Allah Ta’ala ketika ditimpa suatu musibah, bahkan akan terus melangkah maju.
6. Ia akan berhenti dari adat kebiasaan yang buruk dan dari menuruti hawa nafsu, dan benar-benar akan lebih mengutamakan perintah Al-Qur’an, dan akan menjadikan Firman Allah dan sabda Rasul-Nya sebagai pedoman baginya di setiap langkahnya.
7. Ia akan meninggalkan ketakaburan dan kesombongan serta akan menjalani hidup dengan merendahkan diri, bersikap lemah lembut, berbudi pekerti halus dan berlaku sopan santun.
8. Ia akan menghargal agama, kehormatan agama dan mencintai Islam lebih dari jiwanya, hartanya, anak-anaknya, dan dari segala yang dicintainya. 
9. Ia akan senantiasa sibuk mengkhidmati makhluk-makhluk Allah pada umumnya dan akan berusaha keras memberikan manfaat kepada umat manusia dengan kemampuan dan kekuatan yang dianugerahkan Allah Ta’ala kepadanya.
10. Ia akan mengikat tali persaudaraan dengan hamba yang lemah ini semata mata karena Allah dengan pengakuan taat dalam hal Makruf (segala hal yang baik) dan akan berdiri di atas perjanjian ini hingga mautnya, dan menjunjung tinggi ikatan perjanjian ini melebihi ikatan duniawi, baik itu ikatan keluarga, ikatan persahabatan ataupun ikatan kerja.